di Masjid Nabawi
oleh : Yusuf bin Abdullah bin Ahmad Al-Ahmad
"Islam itu dibangun di atas lima perkara; bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah dan (bersaksi) bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa (di bulan) Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah." (Muttafaq Alaih).
- Islam.
- Berakal.
- Baligh.
- Merdeka.
- Mampu.
- Dan bagi
perempuan ditambah dengan satu syarat yaitu adanya mahram yang
pergi bersamanya. Sebab haram hukumnya jika ia pergi haji atau safar
(bepergian) lainnya tanpa mahram, berdasarkan sabda Nabi Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam:
Jika seorang wanita pergi haji tanpa mahram maka ia berdosa tetapi hajinya tetap sah.
"Barangsiapa menunaikan haji sedang ia tidak melakukan rafats dan perbuatan fasik maka ia pulang (haji) sebagaimana hari ketika ia dilahirkan ibunya." (Muttafaq Alaih).
"Umrah ke umrah lainnya adalah kaffarah (peng-hapus dosa) antara keduanya, dan haji mabrur tiada lain balasannya selain Surga." (Muttafaq Alaih).
"Aku tidak meninggalkan fitnah setelahku yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada (fitnah) wanita." (Muttafaq Alaih).
"Wanita adalah aurat. Jika ia keluar maka setan mengawasi/mengincarnya." (HR. At-Tirmidzi dengan sanad shahih).
- Mencabut
rambut.
- Menggunting
kuku.
- Memakai
wangi-wangian.
- Membunuh binatang
buruan (darat, adapun binatang laut maka dibolehkan).
- Mengenakan
pakaian berjahit (bagi laki-laki dan tidak mengapa bagi wanita). Pakaian
berjahit adalah pakaian yang membentuk badan, seperti baju, kaos, celana
pendek, gamis, celana panjang, kaos tangan dan kaos kaki. Adapun sesuatu
yang ada jahitannya tetapi tidak membentuk badan maka hal itu tidak
membahayakan muhrim (orang yang sedang ihram), seperti sabuk, jam
tangan, sepatu yang ada jahitan-nya dsb.
- Menutupi
kepala atau wajah dengan sesuatu yang menempel (bagi laki-laki), seperti
peci, penutup kepala, surban, topi dan yang sejenisnya. Tetapi dibolehkan
berteduh di bawah payung, di dalam kemah dan mobil. Juga dibolehkan
membawa barang di atas kepala jika tidak dimaksudkan untuk menutupinya.
- Memakai tutup
muka dan kaos tangan (bagi wanita). Tetapi jika di depan laki-laki asing
(bukan mahram) maka ia wajib menutupi wajah dan kedua tangannya,
namun dengan selain tutup muka (cadar), misalnya dengan menurunkan
kerudung ke wajah dan memasukkan tangan ke dalam baju kurung.
- Melangsungkan
pernikahan.
- Bersetubuh.
- Bercumbu
(bermesraan) dengan syahwat.
- Mengeluarkan
mani dengan onani atau bercumbu.
- Ia
melakukannya tanpa udzur (alasan), maka ia berdosa dan wajib
membayar fidyah (tebusan).
- Ia
melakukannya untuk suatu keperluan, seperti memotong rambut karena sakit.
Perbuatannya tersebut dibolehkan, tetapi ia wajib membayar fidyah.
- Ia
melakukannya dalam keadaan tidur, lupa, tidak tahu atau dipaksa. Dalam
keadaan seperti itu ia tidak berdosa dan tidak wajib membayar fidyah.
- Menyembelih
kambing (untuk dibagikan kepada orang-orang fakir miskin dan ia tidak
boleh memakan sesuatu pun daripadanya).
- Memberi makan
enam orang miskin, masing-masing setengah sha' makanan. (setengah
sha' lebih kurang sama dengan 1,25 kg.).
- Berpuasa
selama tiga hari.
- Melangsungkan
pernikahan, sebab ia hukumnya haram, maka tidak ada fidyah
karenanya.
- Membunuh
binatang buruan (darat), sebab ia hukumnya haram, dan terdapat denda jika
ia membunuhnya secara sengaja.
- Bersetubuh
(dan ia adalah larangan yang paling besar). Jika ia melakukannya secara
sengaja sebelum tahallul pertama, maka ada lima konsekuensi:
- Berdosa
- Hajinya
batal.
- Ia
wajib menyempurnakan hajinya.
- Ia
wajib mengulangi (men-qadha') hajinya pada tahun depan.
- Ia
wajib membayar fidyah berupa seekor unta yang disembelih ketika
melakukan haji qadha'.
"Labbaika 'Umratan" artinya :
"Aku penuhi panggilanMu untuk menunaikan ibadah umrah."
"Fa in habasanii haabisun famahallii haitsu habastanii" artinya :
"Jika aku terhalang oleh suatu halangan maka tempat (tahallul)ku adalah di mana Engkau menahanku."
"Labbaika Allahumma labbaika, Labbaika Laa Syariika laka labbaika, innal hamda wanni'mata laka wal mulka, laa syariika laka"
"Aku penuhi panggilanMu ya Allah, aku penuhi panggilanMu. Aku penuhi panggilanMu, tidak ada sekutu bagiMu, aku penuhi panggilanMu. Sesungguh-nya segala pujian dan nikmat serta kerajaan adalah milikMu, tidak ada sekutu bagiMu."
- Sebagian orang
mempercayai bahwa pakaian yang dikenakan wanita haruslah berwarna
tertentu, misalnya hijau, hitam atau putih. Ini adalah tidak benar!
Sungguh tidak ada ketentuan sedikit pun tentang warna pakaian yang harus
dikenakan.
- Talbiyah yang
dilakukan secara bersama-sama dengan satu suara -di mana hal ini dilakukan
oleh sebagian jamaah haji adalah bid'ah. Perbuatan tersebut tidak ada
contohnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga tidak dari salah
seorang sahabatnya. Yang benar adalah hendaknya setiap Haji mengucapkan talbiyah
sendiri-sendiri.
- Tidak
diharuskan seorang yang sedang ihram, baik laki-laki maupun wanita
mengenakan terus pakaian yang ia kenakan ketika ihram sepanjang ibadahnya,
tetapi dibolehkan ia menggantinya kapan dia suka.
- Hendaknya
setiap Haji benar-benar memper-hatikan masalah menutup aurat, sebab
sebagian laki-laki terkadang auratnya terbuka di depan orang lain,
misalnya ketika duduk atau tidur, sedang dia tidak merasa.
- Sebagian
wanita mempercayai dibolehkannya membuka wajah di depan laki-laki selama
masih dalam keadaan ihram. Ini adalah keliru! Ia wajib menutupi wajahnya.
Di antara dalil masalah ini adalah ucapan Aisyah radhiallahu anha:
"Dahulu ada kafilah yang melewati kami, sedang kami dalam keadaan ihram bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika mereka telah dekat dengan kami, salah seorang dari kami mengulurkan jilbabnya ke wajahnya, dan ketika mereka telah lewat, kami membukanya kembali." (HR. Ahmad dan Abu Daud dengan sanad hasan).
Dan dari Asma' binti Abi Bakar radhiallahu anha, ia berkata:
"Kami menutupi wajah kami dari (penglihatan) laki-laki dan sebelumnya kami menyisir rambut ketika ihram." (Dikeluarkan Al-Hakim dan lainnya, atsar ini shahih).
'Dengan nama Allah, semoga shalawat dan salam dicurahkan kepada Rasulullah. Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmatMu'. 'Aku berlindung kepada Allah Yang Mahaagung dan dengan WajahNya Yang Mahamulia serta KekuasaanNya Yang Mahaazali dari setan yang terkutuk'." Do'a ini juga diucapkan ketika memasuki masjid-masjid yang lain.
"Wahai Rabb kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api Neraka."
- Bersuci adalah
syarat sahnya thawaf. Jika wudhu Anda batal di tengah-tengah melakukan
thawaf, maka keluar dan berwudhulah, lalu ulangilah thawaf Anda dari awal.
- Jika di
tengah-tengah Anda melakukan thawaf didirikan shalat, atau Anda mengikuti
shalat jenazah, maka shalatlah bersama mereka lalu sempurnakanlah thawaf
Anda dari tempat mana Anda berhenti. Jangan lupa menutupi kedua pundak
Anda, sebab menutupi keduanya dalam shalat adalah wajib.
- Jika Anda
perlu duduk sebentar, atau minum air atau berpindah dari lantai bawah ke
lantai atas atau sebaliknya di tengah-tengah thawaf, maka hal itu tidak
mengapa.
- Jika Anda
ragu-ragu tentang bilangan putaran, maka pakailah bilangan yang Anda
yakini; yaitu yang lebih sedikit. Jika Anda ragu-ragu apakah Anda telah
melakukan thawaf tiga atau empat kali maka tetapkan-lah tiga kali, tetapi
jika Anda lebih mengira bilangan tertentu maka tetapkanlah bilangan
tersebut.
"Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syi'ar Allah." (Al-Baqarah: 158).Kemudian ucapkanlah:
"Kami memulai dengan apa yang dengannya Allah memulai."
"Tiada sesembahan yang haq melainkan Allah semata, tiada sekutu bagiNya, hanya bagiNya segala kerajaan dan hanya bagiNya segala puji dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tiada sesembahan yang haq melainkan Dia, tiada sekutu bagiNya, yang menepati janjiNya, yang memenangkan hambaNya dan yang menghancurkan golongan-golongan (kafir) dengan tanpa dibantu siapa pun."
- Terpaku dengan
do'a-do'a tertentu pada setiap putaran, sebagaimana ditemukan dalam
buku-buku kecil.
- Jama'ah haji
berdo'a bersama-sama dengan di-komando oleh seorang pemimpin (rombongan)
dengan koor (satu suara) dan keras.
Adapun bagi wanita, maka hendaknya ia mandi dan menggunakan pakaian apa saja yang dikehendakinya dengan syarat tidak menampakkan perhiasannya, tidak memakai penutup muka, juga tidak memakai kaos tangan.
"Jika aku terhalang oleh suatu halangan maka tempat (tahallul)ku adalah di mana Engkau menahanku."
Selanjutnya ucapkanlah talbiyah:
Demikian Anda terus mengumandangkan talbiyah dengan mengeraskan suara, sampai Anda melempar jumrah aqabah pada hari Nahar (kurban).
Jika matahari telah tergelincir, maka ia shalat Zhuhur dan Ashar secara jama' qashar dengan satu adzan dan dua iqamat. Sebelum shalat, imam menyam-paikan khutbah yang materinya sesuai dengan keadaan (ibadah haji, pen.).
Karena itu, setiap Haji hendaknya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang agung ini. Hendaknya ia mengulang-ulang serta memperbanyak do'a, juga hendaknya ia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sejujur-jujurnya.
"Haji adalah Arafah." (HR. Ahmad dan para penulis kitab Sunan, shahih).
"Tidak ada hari yang ketika itu Allah lebih banyak membebaskan hamba dari (siksa) Neraka selain hari Arafah. Dan sungguh ia telah dekat, kemudian Allah membanggakan mereka di hadapan para malaikat, seraya berfirman, 'Apa yang mereka kehendaki?'" (HR. Muslim).
"Yang paling utama aku ucapkan, juga yang diucapkan oleh para nabi pada sore hari Arafah adalah, 'Tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, bagiNya kerajaan dan segala puji, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu'." (HR. Malik dan lainnya, shahih).
- Hendaknya
setiap Haji yakin bahwa dirinya benar-benar berada di wilayah Arafah.
Batasan-batasan Arafah itu dapat diketahui dengan spanduk-spanduk besar
yang ada di sekeliling Arafah.
- Masjid Namirah
tidak semuanya berada di wilayah Arafah, tetapi sebagiannya berada di
wilayah Arafah (bagian belakang masjid), dan sebagian lain berada di luar
Arafah (bagian depan masjid).
- Sebagian orang
mengira jika jabal (bukit) Arafah (biasa disebut jabal Rahmah, pen.)
memiliki keutamaan. Ini adalah tidak benar.
- Sebagian Haji tergesa-gesa, sehingga keluar dari Arafah menuju Muzdalifah sebelum tenggelamnya matahari. Ini adalah salah. Yang wajib adalah tinggal di Arafah hingga tenggelamnya matahari.
"Waktu Isya' adalah sampai pertengahan malam." (HR. Muslim).
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengutusku ketika akhir waktu malam dari rombongan orang-orang (di Muzdalifah) dengan membawa perbekalan Nabiullah shallallahu 'alaihi wa sallam." (HR. Muslim).
- Sebagian orang
mempercayai bahwa batu-batu kerikil untuk melempar jumrah diambil
dari sejak kedatangan mereka di Muzdalifah. Ini adalah kepercayaan yang
salah dan tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Batu-batu kerikil itu boleh diambil dari tempat mana saja.
- Sebagian orang
mengira bahwa pertengahan malam adalah pukul dua belas malam. Ini adalah
keliru. Yang benar, pertengahan malam adalah separuh dari seluruh jam yang
ada pada malam hari. Kalau dihitung secara matematika adalah sebagai
berikut: (Keseluruhan jam yang ada pada malam hari : 2 + waktu
tenggelamnya matahari = pertengahan malam ). Jika matahari tenggelam
pada pukul enam sore misalnya, sedangkan terbitnya fajar pada pukul lima
pagi maka pertengahan malamnya adalah pukul sebelas lebih tiga puluh
menit. (Keseluruhan jam yang ada pada malam hari, yakni 11 jam : 2 +
waktu tenggelamnya matahari, yakni pukul 6 = 11, 30 menit).
- Di antara
penyimpangan yang menyedihkan pada malam tersebut adalah bahwa sebagian
Hujjaj mendirikan shalat Shubuh sebelum tiba waktunya, padahal shalat itu
tidak sah jika dilakukan sebelum masuk waktunya.
- Hendaknya setiap Haji meyakini benar bahwa ia berada di wilayah Muzdalifah. Hal itu bisa diketahui melalui spanduk-spanduk besar yang ada di sekeliling Muzdalifah.
- Melempar jumrah
aqabah.
- Menyembelih hadyu
(bagi orang yang melakukan haji tamattu' dan qiran).
- Mencukur
(gundul) rambut kepala atau memendekkannya, tetapi mencukur (gundul)
adalah lebih utama.
- Thawaf ifadhah
dan sa'i untuk haji.
- Tertib di atas
adalah sunnah, dan kalau tidak dikerjakan secara tertib juga tidak
mengapa. Seperti orang yang mendahulukan thawaf daripada mencukur rambut,
atau mendahulukan mencukur rambut dari-pada melempar jumrah, atau
mendahulukan sa'i daripada thawaf, atau lainnya.
- Melempar jumrah
aqabah adalah dengan tujuh batu kerikil dengan secara berurutan. Ia mengangkat
tangannya dan mengucapkan takbir setiap kali melempar batu kerikil.
Disunnahkan ia menghadap ke jumrah dan menjadikan Makkah berada di
sebelah kirinya dan Mina berada di sebelah kanannya.
- Waktu melempar
jumrah aqabah ba
i mereka yang kuat (fisiknya) adalah dimulai dari setelah terbitnya matahari. Hal itu berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhu ia berkata:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendahulukan kami anak-anak Bani Abdul Muththalib pada malam Muzdalifah dengan mengendarai keledai, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menepuk paha-paha kami seraya bersabda: "Wahai anak-anakku, jangan kalian melempar jumrah sehingga matahari terbit." (HR. Abu Daud , Shahih Sunan Abi Daud).
Adapun para wanita dan mereka yang lemah maka dibolehkan melempar sejak kedatangan mereka di Mina pada akhir malam. Hal itu berdasarkan hadits Asma' radhiyallahu anha, dari Abdullah pelayan Asma' dari Asma':
"Bahwasanya ia singgah pada malam perkumpulan di Muzdalifah, lalu ia berdiri menegakkan shalat, ia shalat sejenak kemudian bertanya, 'Wahai anakku, apakah bulan telah tenggelam?' 'Belum', jawabku. Ia lalu shalat sejenak kemudian bertanya, 'Apakah bulan telah tenggelam?' 'Sudah', jawabku. Ia berkata, 'Kalau begitu berangkatlah.' Maka kami berangkat dan pergi hingga ia melempar jumrah. Kemudian ia pulang dan shalat Shubuh di rumahnya. Maka kutanyakan padanya, 'Sungguh, kami tidak mengira kecuali bahwa kita telah melempar (jumrah) pada malam hari'. Ia menjawab, 'Wahai anakku, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengizin-kannya untuk kaum wanita'." (Muttafaq Alaih). - Waktu melempar
jumrah aqabah berlanjut hingga zawal(waktu tergelincirnya
matahari dari pertengahan langit,dan itulah waktu permulaan shalat zhuhur).
Dan dibolehkan melempar setelahzawalmeskipun
meskipun di malam hari, jika menemui kesulitan untuk melemparnya
sebelum zawal.
- Jumrah aqabah, penampungan
(batu kerikil)nya adalah separuh penampungan. Karena itu ia harus yakin
bahwa batu-batu kerikilnya masuk ke dalam penampungan tsb., tetapi jika
setelah itu tergelincir (keluar) maka tidak mengapa.
- Disunnahkan
untuk segera menyembelih hadyu, mencukur rambut, thawaf dan sa'i,
tetapi jika diakhirkan hingga setelah hari Raya Kurban maka tidak mengapa.
- Menyembelih hadyu
adalah wajib bagi yang melakukan haji tamattu' dan qiran.
Adapun yang melakukan haji ifrad maka tidak wajib menyembelih hadyu
. Orang yang tidak bisa menyembelih hadyu diwajibkan puasa tiga
hari pada waktu haji dan tujuh hari ketika mereka pulang kepada
keluarganya.
Penyembelihan itu tidak harus dilakukan di Mina, tetapi boleh dilakukan di Makkah atau tanah suci lainnya (Madinah, pen.). Dibolehkan pula bagi tujuh orang untuk berserikat dalam satu ekor unta atau sapi. Disunnahkan untuk menyembelih sendiri dengan tangannya, tetapi jika diwakilkan kepada yang lain maka hal itu dibolehkan.
Disunnahkan pula untuk menelentangkan hadyu (sapi atau kambing) pada sisi kirinya dan menghadap-kannya ke kiblat, sedang telapak kaki (orang yang menyembelih) diletakkan di atas leher hewan tersebut. Adapun unta, maka disunnahkan ketika menyembelihnya dalam keadaan berdiri, tangan kirinya diikat serta dihadapkan ke kiblat.
Ketika menyembelih, disyaratkan menyebut nama Allah, dan disunnahkan untuk menambahkannya dengan bacaan:
"Dengan nama Allah, Allah Mahabesar, ya Allah, sesungguhnya ini adalah dariMu dan milikMu, ya Allah kabulkanlah (kurban) dari kami (ini)."
Waktu penyembelihan masih terus berlangsung hingga tenggelamnya matahari dari akhir hari tasyriq, yaitu tanggal 13 Dzul Hijjah.
Thawaf di Ka'bah adalah tujuh kali, sebagaimana thawaf ketika umrah, tetapi tidak dengan raml (jalan cepat) dan idhthiba' (menyelempangkan selen-dang). Lalu disunnahkan untuk melakukan shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim, jika hal itu memungkinkan. Jika tidak, maka boleh melakukan shalat di tempat mana saja dari Masjidil Haram. - Sa'i antara
Shafa dan Marwah adalah tujuh putaran, tata caranya sebagaimana yang ada
pada sa'i untuk umrah. Adapun orang yang melakukan haji qiran dan ifrad
maka cukup baginya sa'i yang pertama, jika mereka telah melakukan sa'i
pada thawaf qudum.
- Mencukur harus
mengenai semua rambut. Adapun bagi wanita, maka ia cukup menghimpun semua
rambutnya lalu memotong ujungnya kira-kira seujung jari. Jika ujung
rambutnya tidak sama pan-jangnya maka bisa dipotong dari setiap kepangan
(genggaman) rambut.
- Jika seorang
Haji telah melempar jumrah aqabah dan mencukur atau menggunting
rambut maka ia telah tahallul awal. Artinya, boleh baginya
melakukan segala sesuatu dari yang dilarang ketika ihram kecuali masalah
wanita. Dan disunnahkan baginya untuk membersihkan diri dan memakai
wangi-wangian sebelum thawaf.
Kemudian, jika ia telah melempar, mencukur atau menggunting rambut, thawaf dan sa'i berarti ia telah tahallul tsani , yang dengan demikian dihalalkan baginya segala sesuatu hingga masalah wanita (hubungan suami isteri).
- Wajib bermalam
di Mina pada malam-malam hari tasyriq, yakni malam ke-11 dan ke-12
(bagi yang terburu-buru) serta malam ke-13 (bagi yang meng-akhirkan/tetap
tinggal).
- Wajib melempar
jumrah pada hari-hari tasyriq, caranya adalah sebagai
berikut:
- Adalah salah,
membasuh batu-batu kerikil (sebelum melemparkannya), sebab yang demikian
itu tidak ada keterangannya dari Nabi J, juga tidak dari para sahabatnya.
- Yang menjadi
ukuran (benarnya lemparan) adalah jatuhnya batu kerikil ke dalam
penampungan, dan bukan melempar tiang yang ada di tengah-tengah
penampungan (batu kerikil).
- Waktu melempar
jumrah adalah dimulai dari sejak tergelincirnya matahari hingga
terbenamnya, tetapi tidak mengapa melemparnya hingga malam hari, jika hal
itu memang diperlukan. Hal itu berdasar-kan sabda Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam :
"Penggembala melempar (jumrah) pada malam hari dan menggembala (ternaknya) di siang hari." (Hadits hasan, As-Silsilah Ash-Shahihah, 2477). - Tidak boleh
mewakilkan dalam melempar jumrah kecuali ketika dalam keadaan lemah
(tak mampu) atau takut akan bahaya karena telah lanjut usia, sakit, masih
kecil atau sejenisnya. Dan ketika mewakili, hendaknya ia melempar jumrah
ula sebanyak tujuh kali untuk dirinya sendiri terlebih dahulu, lalu
melemparkan untuk orang yang diwakilinya. Demikian pula hendaknya yang ia
lakukan dalam jumrah wustha dan aqabah (jika mewakili orang
lain).
Adapun sebagian orang pada saat ini yang dengan mudahnya mewakilkan melempar jumrah adalah hal keliru. Orang yang takut berdesak-desakan dengan laki-laki dan perempuan maka hendaknya ia pergi melempar pada saat-saat yang sepi, misalnya ketika malam hari. - Hendaknya
melempar ketiga jumrah tersebut secara tertib, yakni shughra
kemudian wustha lalu aqabah.
- Sungguh keliru
orang yang mencaci dan men-cerca ketika melempar jumrah, atau
melempar dengan sepatu, payung dan batu besar, serta kepercayaan sebagian
orang bahwa setan diikat pada tiang yang ada di tengah penampungan batu
kerikil.
- Bermalam yang
wajib dilakukan di Mina adalah dengan tinggal di sana pada sebagian besar
waktu malam. Misalnya, jika seluruh waktu malam adalah sebelas jam maka ia
wajib tinggal di Mina lebih dari lima jam 30 menit.
- Diperbolehkan
bagi orang yang tergesa-gesa untuk meninggalkan Mina pada tanggal 12 Dzul
Hijjah, yakni setelah melempar jumrah dan hendaknya ia keluar dari
Mina sebelum tenggelamnya matahari. Jika matahari telah tenggelam dan ia
masih berada di Mina maka ia wajib bermalam dan melempar lagi keesokan
harinya, kecuali jika ia telah bersiap-siap meninggalkan Mina lalu
matahari tenggelam karena jalan macet atau sejenisnya maka ia dibolehkan
tetap pergi dan hal itu tidak mengapa baginya.
- Jika Anda
telah selesai melempar jumrah pada tanggal 12 Dzul Hijjah, lalu
Anda ingin bersegera maka Anda dibolehkan keluar dari Mina sebelum
matahari tenggelam, tetapi jika Anda ingin tetap tinggal maka hal itu
lebih utama. Bermalamlah (sehari lagi) di Mina pada tanggal 13 Dzul
Hijjah, dan lemparlah ketiga jumrah (ula, wustha, aqabah )
setelah tergelincir-nya matahari dan sebelum matahari tenggelam, sebab
hari-hari tasyriq berakhir dengan tenggelamnya matahari.
- Jika matahari
telah tenggelam pada tanggal 12 Dzul Hijjah (hari kedua dari hari-hari tasyriq)
dan Anda masih berada di Mina maka Anda wajib bermalam kembali di Mina
pada malam itu kemudian melempar jumrah keesokan harinya, kecuali
jika Anda telah bersiap-siap berangkat, tetapi jalan macet misalnya
sehingga matahari tenggelam maka Anda dibolehkan keluar dari Mina dan hal
itu tidak mengapa bagi Anda.
- Ketika Anda
hendak meninggalkan Makkah, Anda wajib melakukan thawaf wada'
sebanyak tujuh kali putaran, setelahnya Anda disunnahkan shalat dua rakaat
di belakang maqam Ibrahim.
- Perempuan yang
sedang haid atau nifas tidak diwajibkan melakukan thawaf wada'.
- Ihram (niat
masuk atau memulai untuk beribadah).
- Thawaf.
- Sa'i.
- Ihram dari miqat.
- Mencukur
(gundul) rambut atau memendekkannya.
- Ihram.
- Wukuf di
Arafah.
- Thawaf ifadhah.
- Sa'i.
- Ihram dari miqat.
- Wukuf di
Arafah hingga tenggelamnya matahari bagi yang wukuf di siang hari.
- Bermalam di
Muzdalifah.
- Bermalam pada
malam-malam tasyriq di Mina.
- Melempar jumrah
(jumrah aqabah pada waktu hari Raya Kurban, dan jumrah ula,
wustha serta aqabah pada hari-hari tasyriq secara
tertib).
- Mencukur
(gundul) rambut atau memendekkannya.
- Menyembelih hadyu
(bagi yang melakukan haji tamattu' dan qiran, tidak bagi
yang melakukan haji ifrad).
- Thawaf wada'.
- Apa
hukum orang yang memakai wangi-wangian atau menutup kepalanya atau
mengenakan pakaian berjahit atau mencabut rambutnya karena lupa atau tidak
mengerti (hukumnya) sedang dia dalam keadaan ihram?
Barangsiapa melakukan suatu larangan dari larangan-larangan ihram karena lupa atau tidak mengerti (hukumnya) maka ia tidak diwajibkan apa-apa karenanya. Hal itu berdasarkan firman Allah:
"Wahai Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah", Ibnu Abbas berkata, 'Ketika ayat ini turun, Allah berfirman, 'Aku telah melakukannya'." (HR. Muslim, no. 126).
- Apakah
cukup dalam memendekkan (rambut), baik dalam haji maupun umrah dengan
memendekkan bagian depan atau belakang kepala?
Yang demikian itu tidak cukup. Ia wajib mencukur atau memendekkan rambut kepala secara menyeluruh. Hal itu berdasarkan firman Allah:
"Dengan mencukur rambut kepala dan menggun-ting (memendekkannya)." (Al-Fath: 27).
- Bagaimana
tata cara shalat jenazah?
Tata cara shalat jenazah secara ringkas adalah bertakbir empat kali sedang ia dalam keadaan berdiri kemudian salam.
Pada takbir pertama ia mengangkat kedua tangan-nya kemudian membaca Al-Fatihah, kemudian pada takbir kedua ia membaca shalawat atas Nabi, dan pada takbir ketiga ia mendo'akan jenazah agar diampuni dan diberi rahmat, jika ia berdo'a dengan apa yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam maka hal itu lebih baik, lalu ia bertakbir untuk keempat kalinya dan mengucapkan salam ke sebelah kanannya.
- Bolehkah berlalu di hadapan orang yang sedang shalat di
Masjidil Haram?
Tidak diperbolehkan berlalu di hadapan orang yang sedang shalat, jika ia menjadi imam atau shalat sendirian. Adapun jika sebagai makmum, maka dibo-lehkan berlalu di hadapan mereka atau di antara shaf-shaf.
Hendaknya orang yang akan shalat menghindari tempat-tempat berlalunya orang-orang di Masjidil Haram. Seyogyanya pula ia meletakkan pembatas di depan tempat shalatnya yang dekat dengannya, misalnya dinding, tiang, rak mushaf dan sejenisnya. Dengan demikian tidak berbahaya (berdosa) orang yang berlalu di belakang pembatasnya.
Tidak ada bedanya antara Masjidil Haram dengan masjid-masjid lainnya dalam hal tersebut. Adapun hadits tentang "Berlalunya Para Sahabat Di Hadapan Nabi Saw Padahal Tidak Ada Pembatas Antara Beliau Dengan Ka'bah" maka sanad hadits ini adalah dha'if .(Lihat Fathul Bari, 1/687).
Jl. Raya Lenteng Agung Barat, No.35 Jagakarsa, Jakarta - Selatan (12610)
Telpon: (021)-788363-27 , Fax:(021)-788363-26
www.alsofwah.or.id ; E-mail: info@alsofwah.or.id