Rabu, 28 Januari 2009

PELANGGARAN YANG BANYAK TERJADI PADA SEBAGIAN JAMAAH HAJI INDONESIA
( BAGIAN PERTAMA )
Disalin oleh Ust. H. Umar Said, M.Ag (Pembimbing Majlis Ta’lim Haji dan Umroh Yayasan Al-Madinah Surabaya) dari :

Ibadah haji merupakan ibadah yang agung. Dia juga merupakan rukun Islam kelima. Jika datang musim haji setiap tahun maka kaum muslimin seluruh dunia bcrbondong-bondong mendatangi tanah Haram, Makkah Al-Mukarromah.
Jamaah haji Indonesia adalah jamaah haji terbesar jumlahnya di antara bangsa-bangsa lain. Kenyataan tersebut tentu patut disyukuri, karena paling tidak hal tersebut menunjukkan minat yang besar dari masyarakat Indonesia untuk memenuhi panggilan Allah beribadah haji. Akan tetapi di sisi lain, yang patut dijadikan perhatian adalah masih banyaknya prilaku yang tidak sesuai dengan ajaran Islam pada sebagian jamaah haji kita. Hal ini tentu membutuhkan penyadaran agar ibadah haji terlaksana dengan sebaik-baiknya dan tidak melanggar ajaran-ajaran Allah Ta'ala.
Tulisan ini bermaksud membicarakan beberapa catatan yang sangat penting diketahui oleh jamaah haji.
Namun sebelum membicarakan hal tersebut ada satu hal yang patut dijadikan pegangan bagi setiap jamaah haji yaitu: Wajib bagi setiap mu'min yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya untuk tunduk dan patuh terhadap syariat Allah dalam semua sisinya tanpa kecuali.

Allah Ta'ala berfirman :

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya teiah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka piiihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat, sesat yang nyata," (QS. Al-Ahzab: 36)
Ayat ini mengajarkan kita untuk tidak memiliki piiihan lain di hadapan ajaran Allah swt, dan Rasul-Nya, kecuali tunduk dan patuh terhadapnya. Jika tidak, maka kita termasuk orang yang sangat tersesat.
Apabila kita paham kaidah ini, maka mestinya kita siap melaksanakan semua syariat Allah ta'ala dan Rasul-Nya. Jika kita sekarang melaksanakan ibadah haji dalam rangka tunduk kepada Allah Ta'ala, maka juga dalam rangka tunduk kepada Allah Ta'ala kita siap menjalankan semua apa yang Dia perintahkan dan meninggalkan apa yang dilarangnya. Agar jangan ada lagi di antara kaum muslimin yang melaksa¬nakan sebagian ajaran Islam, namun mengabaikan sebagiannya, sehingga dia seperti orang-orang Ahli Kitab yang dicela Allah sebagaimana firman-Nya :

"Apakah kamu beriman kepada sebagian isi AI-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagiaan isi yang lain? Tidaklah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan da/am kehidupan dunia, pada hari kiamat mereka dikembafikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat. " (QS. Al-Baqarah: 85)
Besarnya keutamaan ibadah haji yang kita lakukan bukan alasan bagi kita untuk meninggalkan sebagian perintah Allah dan melaksanakan sebagian larangan-larangan-Nya, justru sebaliknya kita harus berusaha untuk tidak mengurangi keutamaan ibadah ini dengan sedapat mungkin menjaga ketentuan-ketentuan yang telah disyariatkan.
Berikut akan kami jelaskan beberapa prilaku menyimpang yang masih banyak dilakukan sebagian jamaah haji ".
1. Aqidah yang masih bercampur dengan kepercayaan syirik
Aqidah adalah yang paling pertama dan utama. Bahkan inti dari ibadah haji sesungguhnya adalah membersihkan aqidah setiap muslim dari penghambaan kepada selain Allah. Perhatikanlah baik-baik lafaz talbiah yang sangat kita hafal :
"Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhipanggilan-Mu ya Allah, tidak ada sekutu bagi-Mu, sesungguhnya segala puji dan kerajaan hanyalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu."
Maka sebagai jama'ah haji, kita harus dapat mewujudkan aqidah yang bersih dalam pelaksanaannya. tidak boleh tercampur dengan keyakinan-keyakinan syirik dan bathil. Misalnya saat thawaf ada jamaah haji yang mengusap-usap dinding Ka'bah atau Maqam Ibrahim dengan alasan dapat mendatangkan keberkahan. Hal ini tidak dibenarkan syariat kita karena semua itu tidak dapat memberikan manfaat atau mudharat. Sekalipun Hajar Aswad yang disunnahkan untuk kita cium atau kita usap, itu bukan dengan keyakinan bahwa batu tersebut dapat mendatangkan manfaat atau menghilangkan mudharat, akan tetapi dalam rangka Ittiba'us sunnah (mengikutt sunnah) yang dicontohkan Rasulullah.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa.Umar bin Khattab mendatangi Hajar Aswad lalu menciumnya kemudian dia berkata :
"Sungguh aku mengetahui bahwa engkau adalah batu yang tidak dapat membawa manfaat dan mudharat. Seandainya aku tidak meiihat Rasulullah menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu."
Demikian juga halnya dalam berdo'a, kita harus membersihkan aqidah kita dengan hanya mengarahkan doa kita kepada Allah. Tidak boleh kita memohon sesuatu kepada selain Allah, walaupun itu kepada Rasulullah saw, & atau orang-orang yang kita anggap wali. Demikian juga tidak diperbolehkan kita berdoa kepada Allah dengan ber-tawassul (mengambil perantara) kepada kemuliaan orang-orang yang telah meninggal dari para nabi dan orang-orang saleh. Allah Ta'ala berf irman:
"Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah, Maka janganlah kamu berdoa kepada seseorangpun di dalamnya di samping (berdoa kepada) Allah."
(QS. Al-Jin: 18)
2. Kurang memiliki bekal pemahaman yang baik dan benar tentang ibadah haji berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah
Ibadah haji temasuk ibadah yang pelaksanaannya secara terperinci banyak belum diketahui oleh kaum muslimin. Oleh karena itu, bagi siapa saja yang hendak berangkat haji, terutama jika hal tersebut pertama kali baginya, maka dia harus mencurahkan pikirannya untuk mengetahui segala ketentuan dalam ibadah tersebut. Jangan sampai dia melakukan segala sesuatu tidak berdasarkan ilmu dan pemahaman.
Firman Allah Ta'ala:
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya." (QS. Al-Isra: 36)
Sebagaimana ibadah yang lainnya, maka pelaksanaan ibadah haji Sudan diatur sedimikian rupa oleh Syari'at Islam.
Dengan demikian manakala kita hendak memahami pelaksanaan ibadah haji, maka kita harus menjadikan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai sumbernya, terutama apa yang telah dicontohkan Rasulullah saw.
Beliau bersabda:
"Ambillah manasik (haji) kalian dariku" (HR. Muslim)
Supaya kita tidak melakukan sesuatu yang tidak dicontohkan Rasulullahss atau meninggalkan sesuatu yang beliau kerjakan. Seperti contoh kecil misalnya : Sebagian jamaah haji kita, saat tawaf, banyak yang mengkhususkan doa tertentu dalam setiap putaran thawaf.
Padahal Rasulullah saw, tidak melakukan hal itu. Yang beliau anjurkan adalah agar kita saat thawaf membaca doa atau zikir apa saja sesuai syariat. Kecuali antara rukun Yamani dan Hajar Aswad, kita dianjurkan secara khusus untuk membaca : Rabbanaa Aa-tinaa Fiddun-ya Hasanah, Wa-fil aakhirati Hasanah Waqinaa Azaa-bannaar.
Sementara itu di sisi lain banyak jamaah haji kita yang meninggalkan mabit di Mina pada tanggal 8 Dzulhijjah (malam tanggal 9 sebelum wukuf), atau mabit di Muzdalifah (malam tanggal 10, setelah wukuf), padahal hal tersebut dicontohkan oleh Rasulullah.
Dan masih banyak lagi contoh-contoh yang dapat dikemukakan berkaitan dengan
penyimpangan yang dilakukan oleh scbagian jamaah haji.
Kesimpulannya, bagi setiap jamaah haji hcndaknya membekali ilmu yang banyak berdasarkan sumber yang shahih.
3. Melalaikan shalat
Tidak sedikit dari jamaah haji yang melalaikan shalatnya, baik dengan menunda pelaksanaannya, tidak melaksanakannya dengan berjamaah bagi orang laki atau bahkan meninggalkannya.
Hal ini tentu sangat bertentangan dengan ajaran Islam dan tidak dibenarkan walau dengan alasan pelaksanaan ibadah haji sekalipun. Kita semua tahu, bahwa shalat merupakan rukun Islam kedua sedang haji rukun Islam kelima, maka dari segi urutan saja, ibadah shalat lebih utama dari haji. Apalagi ancaman bagi orang yang meninggalkan shalat jauh lebih berat dari orang yang meninggalkan haji. Perhatikan nash berikut :
"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat Yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya" (QS. Al-Maun 4-5)
Rasulullah saw, bersabda:
"Sesungguhnya (bates) antara seseorang mukmin dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat." (Riwayat Muslim)
Berdasarkan hal tersebut maka setiap jamaah haji wajib menjaga shalatnya dengan melaksanakannya di awal waktu dan berjamaah khususnya bagi kaum laki. Dan hal tersebut harus dilakukan kapan saja dan dimana saja, di tanah haram atau dikampung halaman, saat melaksanakan haji atau sebelum dan sesudahnya.
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | GreenGeeks Review